Hari ini hampir seluruh instansi pemerintah, universitas,
sekolah-sekolah seantero Sumatera Utara meliburkan kegiatannya. Hari yang sudah
lama ditunggu-tunggu oleh warga Sumut. Hal itu dikarenakan seluruh warga di provinsi
yang berjumlah sekitar 10 juta jiwa ini mengadakan pesta demokrasi pemilihan
Gubernur dan Wakil gubernur untuk periode lima tahun ke depan.
Diantara lima pasangan yang terdaftar di KPU Sumut,
masyarakat memilih satu pasangan yang nantinya diloloskan menjadi Gubernur dan
Wakil Gubernur Sumut Periode 2013 – 2017. Tidak hanya masyarakat yang
berbondong ke lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) tapi para personil dari
polisi dan aparat TNI pun di siagakan untuk mengamankan hari yang bersejarah
ini. Disamping Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS), saksi-saksi dari beberapa calon juga meninjau jalannya pemilihan
dan penghitungan surat suara.
Idealnya seluruh warga Sumut bisa ikut ‘berpesta’ pada
pilgub kali ini. Namun itu tidak terjadi pada para perantau yang berada di Kota
Medan. Mereka ini umumnya para mahasiswa yang menuntut ilmu di berbagai
universitas yang ada di Medan serta para pekerja yang mengadu nasib di kota
ini. Mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena domisili yang berada di
daerah serta terdaftar sebagai pemilih di daerahnya.
Akibatnya mereka terpaksa golput (tidak memilih) bukan
karena tidak mau tetapi karena tidak bisa. Golongan putih (golput) tentu saja
bukan pilihan bagi sebagian orang namun terkadang keadaan yang membuat
seseorang tikas bisa memilih. Hal ini terjadi karena belum ada peraturan yang
jelas dan mudah bagi perantau yang berada di luar daerah domisilinya. Kalaupun
ada masih sulit dilakukan dengan berbagai persyaratan yang diharuskan oleh
Komisi Pemilihan Umum.
Penulis sendiri tidak bisa menggunakan hak pilih pada
pemilihan gubernur kali ini disebabkan tinggal di Kota Medan untuk menimba ilmu
tetapi mempunyai Kartu Tanda Penduduk kabupaten Toba Samosir yang masih dalam
provinsi Sumatera Utara. Hal ini tentu sedikit mengecewakan bagi penulis yang
mempunyai hak pilih apalagi dalam agama Islam dikatakan bahwa memilih pemimpin
itu adalah kewajiban umat. Jika yang terpilih nantinya bukan yang terbaik dan
kesengsaraan bagi umat manusia umat islam ikut bertanggung jawab atas hal itu
di dunia dan akhirat.
Penggunaan KTP elektrik sebetulnya bisa menjadi
alternatif lain yang lebih baik. Hal itu berdasarkan tujuan, manfaat serta
fungsinya yang memuat data pemiliknya secara digital dan mudah untuk digunakan.
Dengan begitu setiap orang cukup membawa KTP Elektrik sebagai tanda pengenalnya
dan sebagai identitas pemilih ke TPS terdekat dan setelah diidentifikasi di
komputer server KPU langsung bisa memilih.
Jika sistem ini dilaksanakan tentu saja sangat
mempermudah kinerja KPU kedepannya. Karena mereka hanya tinggal memberikan
undangan kepada warga untuk memilih pada pemilihan gubernur seperti sekarang
ini, caleg, walikota/bupati bahkan camat dan kepala desa. Selagi seseorang itu
masih warga Sumut yang ditunjukkan dengan kepemilikan KTP Sumut dimanapun
mereka berada bisa ikut berpartisipasi menyukseskan setiap pesta demokrasi yang
diadakan.
Beberapa manfaat yang diperoleh dari sistem ini jika
dijalankan dengan baik dan benar, diantaranya
1. Kartu pemilih tidak hanya berlaku untuk satu kali saja
tetapi berlaku untuk setiap kegiatan yang bersifat membutuhkan data pribadi
pemilih.
2. Warga tetap bisa memilih walaupun tidak berada di
daerahnya. Misalnya pemilih sedang kuliah di Jakarta tetapi dia bisa memilih
melalui sistem online KPU.
3. Anggaran untuk pembuatan kartu pemilih sementara dapat
dialokasikan ke bidang lain yang lebih membutuhkan.
4. Mempermudah kinerja KPU mendata pemilih karena hanya
mencocokkan atau mengidentifikasi dari KTP yang dibawa setiap peserta pemilih.
Bahkan untuk perangkat dan aplikasi yang lebih modern
tidak perlu lagi menggunakan KTP Elektrik dan kertas suara, identifikasi cukup
dengan sidik jari peserta pemilih. Sedangkan pemilihan/pencoblosan hanya dengan
memilih foto orang yang dipilih di layar monitor perangkat pemilihan. Hal ini
berdasarkan pengamatan penulis sekitar tahun 2009 ketika melihat sebuah
tayangan televisi tentang Pemilihan Kepala Dusun di sebuah desa di Bali yang
sudah sangat modern. Warga dusun yang hanya berjumlah 153 orang memilih dengan
cara digital pada perangkat pemilihan yang modern. Jadi tidak ada kertas suara
lagi. Semua serba digital.
Pemimpin di daerah tersebut sangat sadar teknologi
sehingga kepada warganya diperkenalkan cara memilih yang menggunakan teknologi
mutakhir. Padahal wilayah mereka bukanlah provinsi, kota/kabupaten atau
kecamatan tetapi hanya sebuah dusun kecil yang penduduknyapun hanya sedikit. Artinya
mereka yang lingkupnya hanya dusun saja bisa seperti itu kenapa kita yang
katanya provinsi terbesar keempat malah kalah dari mereka. Tentunya ini menjadi
pekerjaan rumah bagi KPU mulai dari pusat sampai tingkat bawah khususnya KPU
Sumut sendiri.
Memang jika sistem ini berlaku tentu menimbulkan
dampak-dampak tertentu. Misalnya percetakan pembuat kartu pemilih dan kertas suara
pasti berkurang dan gulung tikar serta para pekerja yang melipat kertas suara
juga tidak akan ada lagi. Namun sebagai bangsa yang sedang berkembang dan ingin
maju tentu bisa memilah dan mililih mana kebijakan yang terbaik rakyatnya.
Setiap keputusan pasti menimbulkan dampak positif dan negatif.
Dengan perkembangan teknologi yang pesat seperti
sekarang ini untuk mewujudkan hal diatas bukan hal yang sulit. Apalagi saat ini
Indonesia menjadi negara ketiga yang maju di bidang IT/TI (Teknologi dan Informasi). Begitu banyak anak muda
Indonesia yang mumpuni di dunia IT bahkan yang menyelesaikan pendidikannya di
luar negeri. Tentunya hal ini sangat membanggakan kita semua karena dengan
begitu kita tidak perlu memakai ‘orang luar’ dalam me-manage database penduduk
Indonesia. Dikhawatirkan dengan memakai ahli dari luar database kependudukan
kita bisa dimanipulasi bahkan dicuri untuk kepentingan tertentu.
Hal itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran pada
masyarakat. Karena database kependudukan merupakan rahasia dan data milik
negara yang tidak boleh jatuh ke negara lain. Jika sudah begitu tentu tidak ada
rahasia lagi yang bisa disembunyikan.
Semoga saja pemilihan kepala daerah kali ini dapat
memilih pemimpin yang beriman, bertaqwa, jujur, bersih, peduli serta memiliki
kemampuan mengelola provinsi ini ke arah yang lebih baik dan maju.
Salam Demokrasi